Telatahidn.com, Tangerang Selatan – Ahli dalam sidang peninjauan kembali (PK) dihadirkan oleh jaksa, pihak Jessica Kumala Wongso keberatan dan langsung walk out.
“Yang Mulia Hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” kata kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hidayat mengutarakan bahwa PK merupakan panggung untuk Jessica Wongso, sudah semestinya jaksa tidak lagi mengambil kesempatan untuk menghadirkan saksi.
“Kami tim penasihat hukum pemohon, Jessica, PK-nya Jessica Wongso pada hari ini menyampaikan bahwa kami keberatan untuk menghadiri ahli dari termohon karena sudah kami sampaikan pada sidang lalu, bahwa kami keberatan kalau termohon menghadirkan ahli. Alasannya ini adalah panggungnya pemohon, nah pemohon ini adalah yang mengajukan PK,” sambung Hidayat.
Hidayat sangat menyayangkan ketika majelis hakim memberikan fasilitas bagi jaksa untuk menghadirkan saksi atau ahli.
“Namun atau termohon itu hanya menanggapi atau keberatan, dia nggak punya hak memberikan ahli atau menghadirkan, karena kalau menghadirkan lagi itu sama mengulang kembali dalam persidangan yang lalu. Ini kan haknya si terpidana ya, mendapatkan novum, kita ajukan, bahwa kita yang mendapatkan novum, dilakukanlah persidangan ini untuk diterima oleh majelis. Sebagai termohon ya mengikuti,” kata Hidayat.
Saksi atau ahli yang dihadirkan oleh jaksa adalah ahli forensik digital, Muhammad Nuh Al-Azhar. Sang ahli tersebut mengungkapkan bahwa bukti baru yang dibawa oleh Jessica Wongso sudah pernah ditampilkan sebelumnya.
“Tadi ditunjukkan adanya CD novum kemudian kita lakukan pendekatan digital forensic, kita menggunakan aplikasi untuk melakukan kegiatan yang namanya forensic imaging. Kemudian setelah kita dapat back up file, kita buka dengan izin hakim, ada satu file rekaman di sana, bentuknya MP4 setelah dianalisa yang diduga adanya rekaman yang belum tampil di persidangan sebenarnya di persidangan Agustus 2016 itu sudah pernah ditampilkan. Itu di channel 9,” ungkap Muhammad Nuh Al-Azhar.
Nuh juga menjelaskan bahwa bukti yang berisi rekaman CCTV Channel 9 atau kamera 9 di Kafe Olivier sudah pernah ditampilkan dalam sidang sebelumnya.
“Pada saat itu di channel 9 itu ada beberapa fokus, waktu kita tampil di persidangan, menjelaskan di depan majelis hakim, itu ada ketika pemohon datang ke meja kemudian ada pelayan menghidangkan kopi Vietnam. Kemudian ada ketika pemohon, reaksinya ketika korban itu kolaps setelah minum kopi,” sambungnya.
“Dan di samping itu tadi juga di persidangan kita menjelaskan tentang color space, ruang warna. Jadi CCTV itu punya ruang warna yang namanya YUV. YUV itu yang memungkinkan rekaman CCTV mampu menangkap ketika intensitas cahaya cukup, dia berwarna. Tapi ketika intensitas cahaya minim maka dia akan menjadi gray scale atau hitam putih. Jadi prinsip kerja CCTV itu berdasarkan intensitas cahaya. Oleh karena itu, ketika minim cahaya di CCTV itu ditanamkan fitur infrared seperti night vision, sehingga ditampilkan hitam putih. Jadi tidak lagi color dan itu hal yang lumrah, menjadi pengetahuan umum ketika kita memasang atau menggunakan CCTV baik itu di rumah atau di gedung perkantoran,” ujar Nuh.
“Malah kita melakukan yang namanya upscaling, peningkatan kualitas resolusi. Jadi ada algoritma yang sangat bagus sekali untuk kegiatan zooming kalau kita butuh pada saat itu, itu adalah namanya super-resolution, algoritma yang sama juga digunakan oleh teman-teman Interpol, FBI, di sana,” sambungnya.
Dia mengatakan ada delapan channel CCTV yang ditampilkan dalam sidang ‘kopi sianida’ pada Agustus 2016. Dia menyebut novum pihak Jessica berupa rekaman CCTV dalam isi flashdisk yang disebut ayah Mirna dalam sebuah wawancara acara Stasiun TV, yakni channel 9, sudah pernah ditampilkan dalam sidang tersebut.