Telatahidn.com, Tangerang Selatan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan penghapus bukuan dan penghapus tagihan kredit macet untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aturan ini masih digodok pemerintah dan diharapkan rampung dalam waktu dekat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, aturan ini bertujuan untuk memberikan relaksasi kepada bank BUMN dalam menghadapi kredit macet UMKM. Saat ini, bank BUMN masih kesulitan untuk menghapus kredit macet UMKM karena dianggap sebagai kerugian negara.
“Aturan ini akan menjadi one time policy, artinya hanya berlaku untuk kredit macet yang telah direstrukturisasi dan dihapus buku minimal 10 tahun sejak aturan berlaku,” kata Dian dalam keterangan tertulis.
Selain itu, bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN hanya dapat melakukan penghapus tagihan kredit macet paling lama 1 tahun sejak aturan efektif.
Dian menambahkan, aturan ini juga akan mengatur kewajiban nasabah untuk membayar utang yang sudah dijalankan. Nasabah yang kreditnya dihapus bukukan tetap harus bertanggung jawab untuk melunasi pokok dan bunga utang yang telah berjalan.
“Aturan ini diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi dan meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM,” kata Dian.
Kebijakan ini disambut baik oleh pelaku UMKM. Mereka menilai kebijakan ini akan membantu mereka untuk kembali bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19.
“Kami menyambut baik kebijakan ini. Ini akan membantu kami untuk mendapatkan pembiayaan baru dari bank,” kata Arief, seorang pelaku UMKM di Jakarta.
Arief mengatakan, usahanya sempat mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19. Ia kesulitan untuk mendapatkan pembiayaan dari bank karena kreditnya macet.
“Dengan adanya kebijakan ini, saya berharap bisa mendapatkan pembiayaan baru dari bank untuk mengembangkan usaha saya,” kata Arief.
Namun, ada juga yang menilai bahwa aturan ini perlu untuk menghindari moral hazard. Moral hazard adalah perilaku yang tidak bertanggung jawab karena merasa dilindungi oleh aturan.
“Aturan ini memang perlu untuk membantu pelaku UMKM, tetapi juga perlu untuk diwaspadai agar tidak menimbulkan moral hazard,” kata Arief Budiman, ekonom dari Universitas Indonesia.
Arief Budiman mengatakan, moral hazard dapat terjadi jika aturan ini tidak diterapkan dengan ketat. Misalnya, jika bank terlalu mudah memberikan restrukturisasi kepada nasabah, maka akan ada kemungkinan nasabah menyalahgunakan kebijakan ini.
“Bank perlu menerapkan aturan ini dengan ketat agar tidak menimbulkan moral hazard,” kata Arief Budiman.